jam

Wednesday, September 2, 2015

SEJARAH SOSIAL TEORI-TEORI UNTUK MENGANALISIS MUNCULNYA GERAKAN SOSIAL



SEJARAH SOSIAL
TEORI-TEORI UNTUK MENGANALISIS MUNCULNYA GERAKAN SOSIAL


 








 KELOMPOK 3
HARUN ALRASYID              06041181419011

DOSEN PEMBIMBING   : Dr. L. R. Retno Susanti, M.Hum

PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
 2015

KATA PENGANTAR
            Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan yang maha Esa karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat waktunya. Makalah ini membahas tentang Teori-Teori Untuk Menganalisis Munculnya Gerakan Sosial.
            Kami berharap semoga dengannya makalah ini dapat membantu kegiatan belajar mengajar didalam kelas bahkan di luar kelas. Makalah ini jauh dari kesempurnaan maka dari itu kami masih berharap saran dan masukkan yang membangun agar makalah ini menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat, amin.







Indralaya, 29 agustus 2015

       Harun Alrasyid





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.     Latar belakang
2.     Rumusan masalah
3.     Tujuan
BAB II TEORI-TEORI UNTUK MENGANALISIS MUNCULNYA GERAKAN SOSIAL
1.     Colletive behavior (1950)
2.     Relative deprivation theory (1960s)
3.     Value added theory (1960s)
4.     Resource mobilization (1970s)
5.     New social movement theory (1980)
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA


BAB I PENDAHULUAN
1.  Latar belakang
            Teori-teori gerakan sosial merupakan teori yang dikembangkan oleh para sosiolog, untuk melihat pola perilaku yang berada dimasyarakat yang mengalami perubahan dalam pola pemikiran yang lebih maju dan lebih modern.
a.       Teori ini juga dapat membuat kita mengetahui banyak permasalahan yang dalam masyarakat baik yang bersifat positif maupun negatif dan cara-cara menyelesaikan permasalahan yang dimasyarakat.

2.  Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan colletive behavior?
2.      Bagaimana konsep-konsep gerakan sosial?
3.      Apa yang dimaksud dengan Teori Collective Behavior?
4.      Apa pengertian dari Relative Deprivation?
5.      Bagaimana proses terjadi Relative Deprivation Theory?
6.      Jelaskan apa yang dimaksud dengan Value-Added theory?
7.      Jelaskana apa yang dimaksud dengan Resource Mobilization Theory?
8.      Apa yang dimaksud dengan  New Social Movement?
3.  Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami dan mengerti makna dari teori-teori menganalisis munculnya gerakan sosial Sehingga kita bisa tau apa yang terjadi dalam masyarakat sekarang. 



iii
BAB II TEORI-TEORI UNTUK MENGANALISIS MUNCULNYA GERAKAN SOSIAL
1.  A.  Collective behavior
            Adalah perilaku yang relatif spontan dan tidak terstruktur dari sekelompok orang yang bereaksi terhadap  pengaruh umum dalam situasi ambigu (Smelser).
Gary T. Marx & Douglas Mc Adam (1994) dalam buku Collective Behavior and Social Movements : Process & Structure membagi perilaku kolektif berdasarkan tiga kategori, yakni crowds, masses dan formal organizations. Sedangkan Locher (2002) dalam bukunya Collective Behavior membedakan perilaku kolektif sebagai berikut : mass suicides, mob violence, riots, crazes, panics, fads, rumors, physical hysterias, millenarian groups, sightings, miracles dan social movements. Sementara itu John Lofland (2003) memilah perilaku kolektif mencakup empat jenis, yakni kerumunan (crowd), massa (mass), publik, dan gerakan sosial (social movement). Sedangkan James M. Henslin (2005) dalam buku Sociology : A Down To Earth Approach membagi perilaku kolektif dalam beberapa bentuk, antara lain : crowd, riots, rumors, panics & mass hysteria, moral panics, fads & fashions, urban legends dan social movement. Gerakan sosial dianggap memiliki keistimewaan dibanding perilaku kolektif yang lain, terutama dalam hal pengorganisasian kelompok yang tidak nampak pada jenis perilaku kolektif yang lain.
Pada dasarnya gerakan sosial mencakup beberapa konsep (Cook et al., 1995), yakni:
a.    berorientasi pada munculnya perubahan (change-oriented goals), artinya gerakan sosial dilakukan untuk mendapatkan perubahan positif dari berbagai problem sosial yang terjadi, baik yang sifatnya individual, seperti tidak terpuaskannya berbagai kebutuhan ataupun yang sifatnya kolektif, seperti adanya kesewenangan penguasa terhadap rakyat.
b.   ada tingkatan tertentu dalam suatu organisasi (some degree of organization), artinya sebuah gerakan sosial membentuk organisasi tertentu yang memiliki ciri-ciri, misalnya: ada struktur, pembagian posisi dan peran, aturan organisasi, hak dan kewajiban anggota, dsb, walaupun kadang-kadang implementasi sebuah gerakan sosial tidak sesempurna seperti organisasi pada umumnya.
c.   ada tingkatan kontinuitas aktivitas yang sifatnya temporal (some degree of temporal continuity), artinya aktivitas gerakan sosial tergantung pada situasi dan kondisi sosial tertentu, saat muncul berbagai persoalan sosial maka banyak terjadi gerakan protes mahasiswa, namun demikian saat problem / isu sosial sudah tertangani dengan baik, maka untuk sementara waktu gerakan sosial yang ditandai dengan berbagai protes akan berhenti.
d.    aksi kolektif di luar lembaga (aksi ke jalan) dan di dalam lembaga (lobi politik) artinya sebuah gerakan sosial bisa saja berkolaborasi dengan sistem atau berbentuk ungkapan protes yang tidak menentang sistem dan mementingkan pendekatan politik. Namun demikian gerakan sosial dapat pula berbentuk aktivitas yang menentang atau berkonflik dengan sistem yang ada.

    B.    Teori Collective Behavior
Teori perilaku kolektif mencoba menjelaskan tentang kemunculan aksi sosial. Aksi sosial merupakan sebuah gejala aksi bersama yang ditujukan untuk merubah norma dan nilai dalam jangka waktu yang panjang. Teori ini melihat ketegangan sebagai variabel antara yang menghubungkan antara hubungan antar individu seperti peran dan struktur organisasi dengan perubahan sosial. Perubahan pola hubungan antar individu menyebabkan adanya ketegangan sosial yang dapat berupa kompetisi atau konflik bahkan konflik terbuka atau kekerasan.
 Perilaku kolektif adalah perilaku yang :
            1. dilakukan bersama oleh sejumlah orang
            2. bersifat spontanitas dan tidak terstruktur
            3. tidak bersifat rutin, dan
            4. merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu.
Theories of Collective Behavior 
1.      Convergence Theories
                        Inti dari teori tersebut adalah bahwa orang bertindak terutama didasarkan pada kecenderungan individu. Kecenderungan tersebut membuat mereka berpikiran kolektivitas.             Kolektivitas  tersebut dengan demikian akan terdiri dari individu- hati, dengan    kecenderungan bersama untuk bentuk perilaku tertentu. Untuk teori, karakteristik situasi tersebut memiliki    minimal hal penting;           kecenderungan individu, kecenderungan dan karakteristik sosial adalah faktor utama yang menjelaskan perilaku. Misalnya, orang   tertarik pada sebuah konser rock secara individual    berbeda    rata-rata dari orang-orang tertarik pada kebangkitan acara keagamaan. Pengaturan tersebut akan menarik berbagai jenis orang   yang, secara kolektif, akan berperilaku berbeda. Kecenderungan ini biasanya produk dari sosialisasi.
2.      Social Contagion Theory
                        Dasar pemikiran dari Social Contagion Theory adalah bahwa kenyataan menjadi bagian dari kerumunan memodifikasi perilaku individu dan, dalam arti, membuat mereka untuk sementara, jika tidak waras setidaknya irasional dan bahwa perilaku tersebut akan hilang ketika mereka meninggalkan kerumunan. Gagasan umum di belakang penularan sosial adalah bahwa individu-individu dalam kerumunan yang "terkontaminasi," "terinfeksi" oleh pikiran, emosi dan ide-ide yang mereka akan tidak    sebaliknya pengalaman dan sebagai hasilnya,
        
    terlibat dalam perilaku irasional dan merusak diri sendiri di mana    mereka tidak   akan jika tidak terlibat. Individu di tengah orang banyak tanpa   berpikir meniru perilaku orang lain sehingga pada             akhirnya, semua anggota terlibat dalam perilaku yang sama. Reaksi melingkar ini menghilangkan perbedaan individu serta kapasitas untuk berpikir logis. Fokus umum dari kerumunan lebih          menguatkan proses.
3.      Emergent Norm Theory
                        Dalam Perilaku Kolektif (1957), Ralph Turner dan Lewis  Killiam mengembangkan teori muncul norma perilaku kolektif,   
            dimana mereka mendukung beberapa aspek teori penularan sosial,   tapi menolak premis dasar: individu dalam kerumunan menjadi   tidak rasional dan gila. Mereka mengganti premis ini dengan             mereka sendiri: aktor sosial adalah norma-makhluk berikut; sebagai hasilnya, jika perilaku konformis adalah produk dari norma-norma   konvensional, maka perilaku kolektif adalah produk dari norma-norma yang muncul.
            Norma-norma kondisi muncul dan menggantikan norma-norma konvensional. Untuk Turner dan Killiam (1993), norma-norma yang muncul kemungkinan besar akan muncul dalam situasi             membingungkan, di mana norma-norma konvensional tidak berlaku atau tampak tidak memadai. Dalam keadaan seperti itu, dekat dengan Durkheim anomie (tidak adanya norma-norma), individu mencoba untuk membangun kembali definisi situasi untuk mengurangi ketidakpastian yang mereka alami. Mereka perlu tahu  apa yang sedang terjadi. Untuk menentukan dan memahami situasi, peserta mengamati perilaku orang lain. Mereka mengamati apa yang orang lain lakukan dan konsekuensi yang mungkin          mengikuti. Misalnya, dalam situasi ambigu tegang, seseorang melemparkan batu tanpa konsekuensi negative maka,
            sangat mungkin melemparkan batu akan menjadi norma yang  muncul bahwa orang lain secara positif memperkuat dan meniru. Berdasarkan teori ini, individu tentunya tidak menjadi gila sekali             ditengah orang banyak. Mereka berperilaku berbeda karena norma- norma yang berbeda, namun mereka masih mengikuti norma- norma. Dalam hal ini, perilaku kolektif adalah produk dari   kesesuaian, bukan penyimpangan, meskipun hasilnya mungkin muncul menyimpang.
    C.    Types of Collective Behavior
            Localized Collectivities adalah kolektivitas yang beranggotakan berdekatan secara fisik. Lebih khusus lagi, kerumunan adalah pertemuan sementara di mana orang-orang dalam satu disekitar lain sehingga mereka mempengaruhi perilaku masing-masing dan berbagi fokus umum dari perhatian. 
Herbert Blumer (1969) membedakan berbagai jenis orang banyak.
1.      Casual crowds  terjadi ketika orang-orang berkumpul di tempat yang sama pada waktu yang sama dengan interaksi terbatas sehingga norma-norma baru cenderung muncul dan peran relatif dibeda-bedakan. Orang-orang menonton artis jalanan atau belanja di mal adalah contoh yang baik dari kerumunan kasual.
2.      Conventional crowds  terjadi ketika peristiwa tertentu direncanakan dan sejumlah besar orang yang dijadwalkan hadir. Oleh karena itu ada lebih banyak interaksi, norma-norma tertentu, dan diferensiasi peran daripada dibanyak santai. Contoh kerumunan konvensional parade,  pemakaman,  acara olahraga atau upacara wisuda.
3.      Expressive crowds  terjadi ketika sejumlah besar orang berkumpul untuk tujuan khusus mengalami emosi yang kuat. Menunjukkan kebangkitan agama,

 pemakaman selebriti adalah contoh dari orang banyak tersebut.
4.      Acting crowds  terjadi ketika kolektivitas adalah sangat terfokus dan kemarahan adalah emosi yang dominan. Kerumunan tersebut cenderung merusak dan kekerasan. Massa dan kerusuhan adalah contoh bertindak banyak.
            Mobs
                        Massa (Mobs) sangat emosional dan kekerasan massa yang menargetkan individu atau kategori individu tertentu. Kekerasan massa biasanya dimotivasi oleh rasa takut, atau marah. Sebuah contoh khusus kekerasan massa adalah praktek hukuman mati tanpa pengadilan (Tolnay    dan Beck, 1998). Studi menunjukkan bahwa sekitar 5.000 orang Amerika, Afrika digantung di negara-negara Selatan antara 1880 dan 1930.
            Riots
                        Kerusuhan adalah bentuk kekerasan perilaku kerumunan. Namun,   bertentangan dengan massa, tidak fokus pada target tertentu tetapi tidak diarahkan. Kerusuhan lebih mungkin untuk menyebabkan kerusakan properti daripada massa. Ketika seluruh kategori orang merasa         diperlakukan tidak adil, bahwa kebutuhan mereka diabaikan, atau bahwa penganiayaan mereka agak dibiarkan oleh pemerintah, hal ini biasanya  menciptakan latar belakang frustrasi tegang dan acara tunggal dapat memicu kerusuhan sosial. Sejarah Amerika Serikat adalah sejarah kerusuhan, dan terutama kerusuhan ras yang dilakukan oleh kulit putih terhadap kelompok minoritas.
            Panic
            Panik adalah tindakan kelompok yang spontan dan tidak terkoordinasi untuk melarikan diri dari beberapa ancaman. 
            Rumors
            Sebuah rumor adalah informasi yang tidak berdasar berlalu informal dari   individu ke individu tanpa verifikasi (Rosnow dan Fine, 1976)
            Gossips
            Gosip adalah rumor tentang individu-individu tertentu dan kehidupan pribadi mereka. Mereka dapat digunakan sebagai bentuk  kontrol sosial: memuji atau mempermalukan orang-orang tertentu memperkuat kesesuaian dengan norma-norma kelompok tertentu. Gosip juga merupakan bentuk hiburan dan bisnis yang sangat menguntungkan.
            Fads
            Fads adalah Mode sangat terkait dengan budaya barat konsumsi massa dan mereka semua melibatkan pembelian besar benda-benda yang tidak berguna atau produk yang kehilangan nilai apapun secepat mode selesai. Mode yang telah menghilang terkadang muncul sebentar dan memeluk antusias lagi juga untuk waktu singkat seperti dalam kasus musik disko yang awalnya muncul pada tahun 1970 dan sekali lagi pada akhir 1990-an. Fenomena ini biasanya disebut nostalgia.
            Fashion
            Fashion adalah mode yang mengacu pada gaya penampilan, pemikiran atau perilaku senilai suatu titik waktu tertentu dalam masyarakat dan diikuti oleh banyak  orang.  Jika mode tampaknya muncul entah dari mana,   tren fashion muncul di kelas atas karena melibatkan konsumsi mewah.  Mode ini sering digunakan sebagai penanda perbedaan sosial dan selera yang baik. Untuk memakai pakaian yang tepat dan mengemudi     mobil yang tepat adalah simbol kemakmuran, keberhasilan dan jarak dari kebutuhan.  Ketika tren mode yang diberikan memanjat menuruni tangga sosial ke kelas bawah, gaya menjadi out-of-fashion, kelas atas beralih ke tren berikutnya (meskipun jean biru adalah contoh fashion dimulai pada      kelas pekerja). Mode cenderung berlangsung lebih lama dan  menghilang secara bertahap.
            Crazes
            Kegilaan mirip dengan fads bahwa mereka melibatkan konsumsi besar-besaran dan cepat dan berakhir tiba-tiba.
            Namun, dalam menggila, keuntungan adalah motif utama. Akibatnya, harga untuk objek yang  diinginkan akan meningkat secara dramatis dan   akan jatuh seperti cepat ketika selesai.
            Public Opinion
            Opini publik meliputi gagasan luas, sikap dan keyakinan dikomunikasikan kepada para pengambil keputusan melalui jajak pendapat dan survei untuk diperhitungkan dalam keputusan politik. Mengukur opini publik sangat penting bahwa semua partai politik, pemerintah dan bisnis menggunakan jejak pendapat dan survei dan beberapa lembaga eksis didedikasikan  khusus untuk tugas ini.
            Propaganda
            Propaganda adalah informasi yang dirancang untuk secara aktif  membentuk dan mempengaruhi opini publik.
2.   A. Relative Deprivation
               Adalah perasaan sadar negatif perbedaan antara harapan yang sah dan aktualitas hadir. Sebelum ketidakpuasan disalurkan menjadi gerakan sosial, orang harus merasakan mereka. Memiliki hak untuk tujuan mereka dan merasa bahwa mereka tidak bisa mencapai tujuan melalui cara konvensional.
Relative Deprivation Theory
Teori deprivasi relatif, yang dikembangkan oleh Denton Morrison (1971) adalah teori yang lebih umum tentang mengapa individu bergabung gerakan sosial. Seseorang mengalami deprivasi relatif ketika dia merasa bahwa dia tidak menerima yang "adil" dari apa yang tampaknya menjadi tersedia.
               Kunci untuk ide deprivasi relatif adalah gagasan tentang harapan, yaitu, apa yang orang pikir mereka pantas dan inginkan dalam hidup. Jika harapan ini terpenuhi, orang tidak mengalami ketidakpuasan atau deprivasi relatif. Di sisi lain, jika orang membandingkan dirinya dengan kelompok acuan mereka dan menemukan bahwa mereka memiliki lebih sedikit,
 8

mereka akan mengalami deprivasi relatif. Jika seseorang merasa bahwa orang lain tampaknya menjadi kaya atau secara umum tampaknya memiliki lebih baik, mereka akan mengalami deprivasi relatif.
               Kunci kedua untuk ide deprivasi relatif adalah gagasan tentang harapan yang sah. Kekurangan relatif bukan hanya gagasan bahwa orang ingin apa yang dimiliki orang lain. Ini adalah gagasan bahwa mereka pikir mereka pantas mendapatkannya dan memiliki hak untuk itu. Oleh karena itu, jika mereka tidak mendapatkan apa yang mereka pikir mereka pantas, mereka berpikir bahwa sesuatu harus dilakukan untuk memperbaiki situasi. Dengan kata lain, harapan tidak keinginan sederhana. Untuk deprivasi relatif muncul, individu harus memahami harapan mereka sebagai sah.
               Kunci ketiga adalah gagasan dari harapan diblokir, tujuan-tujuan bahwa individu tidak dapat memenuhi melalui cara konvensional. Perasaan hasil perampasan relatif. Jika harapan dianggap sah dan mudah untuk memenuhi, tidak ada kebutuhan untuk gerakan sosial. Namun, jika harapan dianggap sah tetapi diblokir, individu akan mengalami ketidakpuasan dan frustrasi. Mereka akan lebih cenderung ingin memperbaiki situasi yang tidak adil.
               Morrison juga mengidentifikasi kondisi struktural yang meningkatkan kemungkinan munculnya gerakan sosial (Locher, 2002:256-257):
·         Sejumlah besar orang harus mengalami deprivasi relatif;
·         Harus ada tingkat tinggi interaksi dan komunikasi antara orang-orang yang mengalami deprivasi relatif;
·         Semakin sosial sama orang yang mengalami deprivasi relatif, semakin mudah bagi mereka untuk berkumpul dan menciptakan gerakan;
·         Gerakan lebih mungkin terbentuk dalam masyarakat kaku bertingkat karena perbedaan antara kelas yang jelas.
·         Masyarakat harus memiliki sejumlah besar asosiasi sukarela untuk memberi orang rasa bahwa aktivitas kolektif dapat membuat perbedaan dan benar-benar menghasilkan perubahan yang menguntungkan, sebuah gerakan sosial manfaat dari keterampilan kepemimpinan organisasi asosiasi.

B. Pengembangan Alat Ukur
Pengembangan skala deprivasi relatif berdasarkan pandangan Hoffer (1993), bahwa deprivasi relatif kolektif mencakup tujuh indikator, yakni: merasa kelompoknya tidak mampu secara materi; kelompoknya tidak mampu memuaskan keinginannya untuk mengerjakan sesuatu; tersingkir dari kekuasaan; perasaan sebagai kelompok minoritas ; kelompok berambisi tapi mengalami rintangan yang besar atau kesempatan yang terbatas; kelompoknya bosan akan kemandekan; kelompoknya merasa diperlakukan tidak adil.
               Samuel Stouffer dan Robert Merton (Locher, 2002) pada tahun 1949 memunculkan istilah relative deprivation untuk membedakan dengan absolute deprivation. Konsep deprivasi relatif ini yang kemudian digunakan oleh Denton Morrison tahun 1971 untuk menjelaskan fenomena gerakan sosial. Morison mengidentifikasikan dua macam deprivasi relatif yang memunculkan gerakan sosial, yakni decremental deprivation dan aspirational deprivation. Decremental deprivation mengarahkan pada model gerakan yang konservatif dan menjunjung hak asasi. Individu yang mengalami deprivasi ini akan mengarahkan pada gerakan yang nasionalis dan facis. Aspirational deprivation mengarahkan gerakan yang liberal dan kekirian, dengan upaya atau cara-cara perubahan yang progresif. Konsep yang dibahas lebih lanjut dalam relative deprivation theory ini antara lain legitimate expectations, blocked expectation, dan discontent.
               Anthony Oberschall (Locher, 2002) pada tahun 1973 mempublikasikan buku yang berjudul Social Conflict & Social Movements,
yang menjadi dasar munculnya teori Resource Mobilization. Fokus teori ini pada proses sosial yang memungkinkan adanya pembentukan dan kesuksesan gerakan sosial. Mobilisasi merupakan sebuah proses pembentukan kerumunan, kelompok, asosiasi, dan organisasi untuk meraih tujuan kolektif. Beberapa orang yang merasa tidak punya kekuatan berkumpul bersama untuk mempengaruhi kebijakan nasional dan regional. Ada beberapa konsep untuk menjelaskan teori ini, yakni resources, organization & leadership, professional social movement organizations, goals, factors encouraging mobilization, dan success.
               Douglas McAdam (Locher, 2002) tahun 1982 dalam buku berjudul Political Process and the Development of Black Insurgency 1930-
1970, memunculkan teori Political Process. Mc Adam berargumentasi bahwa teori Mass Society dan Relative Deprivation terlalu fokus pada dinamika psikologi pada pengikut gerakan, sementara teori Resource Mobilization tidak banyak menjelaskan tentang pengaruh lingkungan politik yang memungkinkan terjadinya gerakan.
               Kajian Political Process Theory lebih mendasarkan pada keseimbangan antara faktor internal dan eksternal sebagai penyebab terjadinya gerakan sosial. Menurut Mc Adam, gerakan sosial dipandang sebagai fenomena politik bukan fenomena psikologis, yang ditunjukkan dari proses yang kontinu dari pembentukan sampai dengan menurunnya gerakan. Ada tiga faktor penting dari pembentukan dan kesuksesan gerakan sosial, yakni organizational strength, cognitive liberation dan political opportunities
3.   a.  Value-Added Perspective
            Model nilai tambah: menjelaskan seberapa luas kondisi sosial yang berubah dalam pola tertentu ke dalam beberapa bentuk perilaku kolektif
o   kondusifitas struktural
o   regangan struktural
o   keyakinan Generalized
o   faktor pencetus
o   Mobilisasi tindakan
o   Latihan kontrol sosial
Neil Smelser (Stephan & Stephan, 1985) mengungkapkan teori value-added yang menjelaskan enam determinan dari perilaku kolektif, yakni
1.    structural conduciveness (kemungkinan bagi organisasi gerakan untuk bertahan dalam ruang lingkup sosial dan politik suatu masyarakat)
2. structural strain (adanya ketegangan di dalam struktur kehidupan sosial kemasyarakatan)
3.    growth & spread of a generalized belief (tumbuh dan meluasnya keyakinan akan perlunya suatu gerakan social)
4.      precipitating factors (adanya factor pencetus munculnya gerakan social, berupa insiden tertentu),
5.      mobilization participants (adanya pengumpulan dan meluasnya jumlah anggota yang ingin bergabung dalam gerakan social)
6.      operation of social control (adanya kepemimpinan dan komunikasi dalam organisasi gerakan social).

  b.   Value-Added or Structural-Strain Theory
                        Dalam Teori Perilaku Kolektif (1963), sosiolog Neil Smelser  memfokuskan analisisnya pada faktor-faktor sosial-struktural skala besar yang mengarah ke perilaku kolektif. Untuk Smelser, psikologis make-up  dari para peserta untuk perilaku kolektif tidak relevan; faktor-faktor  penentu yang benar-benar bersifat sosial-struktural.
                        Untuk Smelser, fungsi perilaku kolektif adalah untuk meredakan ketegangan atau ketegangan dalam struktur sosial. Ini tidak hanya muncul  sebagai kegilaan kolektif (teori penularan),

            karena individu dengan sifat-sifat psikologis umum bersama-sama   (konvergensi teori) atau keluar dari kesesuaian dengan norma-norma konvensional (teori muncul-norma).   Sebaliknya, faktor-faktor sosial-struktural dapat diidentifikasi menyebabkan perilaku kolektif. Jika perilaku kolektif yang tidak  konvensional, itu karena menanggapi strain   hadir dalam struktur sosial   atau organisasi sosial.
            Perilaku kolektif adalah mekanisme yang digunakan oleh peserta gunakan untuk meredakan ketegangan seperti itu ketika mereka tidak dapat melakukannya melalui saluran konvensional seperti   pengaruh politik atau ekonomi. Untuk Smelser perilaku kolektif terjadi melalui proses nilai           tambah. "Nilai tambah" adalah konsep dari ekonomi mengacu pada nilai bahwa setiap   langkah dalam proses produktif menambah produk jadi. Ketika Anda membeli sepasang sepatu Nike, harga yang Anda bayar lebih dari harga karet dan bahan baku lain untuk membuat sepatu. Setiap langkah mengubah bahan-bahan baku menjadi produk jadi, sehingga harga   mencerminkan nilai tambah bagi bahan dengan proses produktif. Selain itu, berbagai langkah yang berurutan. Anda tidak dapat memulai proses             manufaktur  sebelum setelah memperoleh karet untuk sepatu. Enam faktor penentu masing-masing merupakan langkah penting dalam proses  menghasilkan perilaku kolektif.
  c.   Determinants of Structural Strain
1.      Structural Conduciveness
Agar perilaku kolektif muncul, organisasi masyarakat harus memungkinkan munculnya dan ekspresi konflik. Misalnya, semua demokrasi menghormati hak untuk berbeda pendapat dan hak untuk kebebasan berbicara dan berkumpul. Perilaku kolektif akan difasilitasi jika orang-orang yang melihat diri mereka sebagai merasa dirugikan diabaikan atau didiskriminasi oleh pemerintah atau otoritas lain.

2.      Structural Strain
Ketegangan struktural terjadi ketika orang melihat perbedaan antara apa yang mereka miliki dan apa yang mereka merasa bahwa mereka memiliki hak untuk menuntut ketika kondisi sosial mereka yang sebenarnya jatuh jauh dari harapan mereka. Ketegangan struktural juga akan membuat orang lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku mereka dinyatakan akan menghindari atau percaya ide-ide dan rumor mereka mungkin biasanya memberhentikan tanpa berpikir dua kali.
3.      Generalized Beliefs
Bahkan jika orang tidak bahagia dan pengalaman ketegangan/beban (tekanan), mereka tidak akan terlibat dalam perilaku kolektif kecuali diberikan dengan definisi yang sangat jelas dan berbagi masalah, penyebab dan solusi potensial. Seringkali, intelektual dan pemimpin potensial memberikan pernyataan seperti itu, sekali diterima, membantu mengurangi ketidakpastian dan ambiguitas dengan situasi.
4.      Precipitating Factors
Selain faktor penentu, perilaku kolektif akan sering dipicu oleh peristiwa tertentu; misalnya, tahun 1992 Los Angeles kerusuhan dimulai setelah pembebasan dari empat polisi kulit putih dalam kasus Rodney King. Insiden semacam itu biasanya memperkuat keyakinan umum dan perlunya tindakan.
5.      Mobilization for Action
Untuk perilaku kolektif terjadi, orang harus bersama-sama entah bagaimana. Jika orang untuk berpartisipasi dalam perilaku kolektif, mereka harus memiliki akses ke informasi yang diperlukan.
6.      Exercise of Social Control
Kontrol sosial mengacu cara apapun bahwa masyarakat, atau kelompok, atau kolektivitas menggunakan untuk menegakkan norma-norma terhadap-perilaku menyimpang.  Agen kontrol sosial mungkin termasuk polisi dan pengadilan tentu saja, tapi juga tokoh agama dan masyarakat, dan media, bersama dengan individu atau kelompok dengan otoritas. Bagaimana agen kontrol sosial bereaksi mempengaruhi perkembangan perilaku kolektif.
.
4.   Resource Mobilization Theory
            Mobilisasi sumberdaya : Cara gerakan sosial seperti memanfaatkan sumber daya sebagai uang, pengaruh politik, akses ke media, dan pekerja.
Oberschall : untuk mempertahankan sebuah gerakan sosial, harus ada  organisasi dasar dan kontinuitas kepemimpinan.
Marx   : pemimpin perlu membantu para pekerja mengatasi kesadaran  palsu sikap yang tidak mencerminkan posisi obyektif pekerja.
5.  New Social Movement
A.    New Social Movements Theory Gerakan Sosial Baru Teori muncul pada   akhir 1960-an untuk memperhitungkan perubahan dalam komposisi, fokus dan strategi di beberapa gerakan sosial di dunia Barat (Melucci, 1989; McAdam et al, 1988; Larana et al, 1994; Scott, 1995).
Gerakan sosial baru itu sendiri adalah respon terhadap perubahan sosial besar-besaran yang dibawa oleh globalisasi. Gerakan sosial baru ini umumnya tidak melihat pemerintah sebagai sekutu mereka. Transnational social movements, yang sering diistilahkan sebagai gerakan sosial baru (new social movement), yakni suatu gerakan yang menginginkan adanya perubahan tidak hanya dimasyarakat (regional/nasional) tetapi di belahan dunia yang lain pula. Tujuan gerakan    sosial ini adalah menginginkan adanya peningkatan kualitas hidup     masyarakat. Contoh dari gerakan ini adalah women’s movement, labor.                            
New social movement : kegiatan kolektif terorganisir yang mempromosikan otonomi, penentuan nasib sendiri, dan peningkatan kualitas hidup. Gerakan sosial baru umumnya tidak melihat pemerintah sebagai sekutu mereka.

B.     Political Process Theory
                        Teori proses politik berfokus lebih pada isu-isu makro-sosiologis   yang membuat gerakan sosial mungkin. Untuk McAdam, faktor ekonomi dan politik terutama penting bagi munculnya gerakan    sosial. Lebih khusus lagi, McAdam mengidentifikasi tiga faktor  seperti (Locher, 2002: 265):
·         Kekuatan Organisasi: semakin terorganisir kelompok adalah, semakin besar kemungkinan anggotanya untuk membentuk gerakan sosial dan semakin besar kemungkinan gerakan akan berhasil;
·         Pembebasan Kognitif: semakin banyak anggota berpikir peluang sukses mereka baik, semakin besar kemungkinan mereka untuk membuat gerakan mereka akan berhasil;
·         Peluang politik: sekutu politik lebih utama gerakan sosial telah, semakin besar kemungkinan akan berhasil.
             
  BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
            Teori-teori yang muncul dalam gerakan sosial diakibat karena ada kesenjangan di antara masyarakat sehingga adalah perlawanan yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah tapi setiap masalah ada memerlukan proses yang panjang dan waktu yang lama sehingga masalah-masalah yang didalam masyarakat tidak dapat di selesai dengan mudah.
            Masyakarat yang melakukan pergerakan sosial biasa melakukan pergerakan baik secara politik dengan langsung bertemu dengan pemerintah maupun dengan turun langsung  kejalan. 
DAFTAR PUSTAKA

http://nathasyask.blogspot.com/diakses pada tanggal 29 agustus 2015


diakses pada tanggal 29 agustus 2015

diakses pada tanggal 29 agustus 2015